Rabu, 16 Juli 2008

Kerjasama bank syariah dan bank konvensional

Kerjasama antara bank syariah dan bank konvensional
Oleh : Helza Nova Lita, M.H.
Kerjasama bank syariah dengan bank konvensional dapat menimbulkan permasalahan mengenai landasan hukum dan bentuk kerjasamanya. Hal ini mengingat sistem operasional kedua jenis bank tersebut berbeda, bank syariah berlandaskan prinsip syariah yang dimana salah satu prinsipnya bebas dari bunga, sementara bank konvensional berdasarkan pada sistem bunga.
Duncan Smith,Chief Executive Islamic Investement Banking United Bank of Kuwait London, mengemukakan adanya dua pandangan yang pro dan kontra mengenai hubungan kerjasama antara bank syariah dengan bank konvensional. Beliau mengemukakan sebagai berikut:
“There is much debate as o whether or not conventional banks and Islamic banks should, or even could, co-operate. The opposing positions are broadly the following : The anti co-operation lobby’s position – which comes largerly from two groups – from western as well as Islamic sources – is that Islamic Banking, shoukd stay purely in Islamic financial Institutions. Conversely, those in favour of co-operation say that first, the more people there are trying to find the answes to some fairly complex, practical questions the better; and second, that philosophically and, importantly, financially co-operation leads to efficiency. In short, in efficiencies within the current Islamic financial markets can best be overcome by experts in Islamic and Western banks working togetherr”1.
Pendapat Duncan Smith diatas, mengemukakan adanya dua pandangan yang berbeda mengenai hubungan kerjasama antara bank Syariah dengan bank konvensional. Pertama ada golongan yang sama sekali menginginkan kemurnian operasional bank syariah tanpa adanya kerjasama dengan bank konvensional. Sementara itu golongan kedua mencoba untuk mencari solusi bagaimana bank syariah dan bank- bank di negara-negara barat yang menganut sistem konvensional dapat bekerja sama secara fair, efisien untuk meningkatkan kepentingan bersama.
Sebagai contoh dalam kerjasama penerbitan L/C melalui bank syariah, dalam prakteknya bank syariah diusahakan untuk mencari partner bank koresponden yang beropersional secara syariah sebagai advising bank2. Hal ini dikarenakan untuk mengantisipasi adanya hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah jika advising bank merupakan bank konvensional. Namun demikian bukan berarti bank syariah menutup diri untuk mengadakan kerjasama dengan bank konvensional sebagai advising bank dalam penerbitan L/C, lebih-lebih jika bank-bank koresponden tersebut berada dinegara yang tidak memiliki bank yang beropersional secara syariah, sementara beneficiary/eksportir berada dinegara yang bersangkutan.
Perkembangan bank syariah suatu negara memang sangat tergantung pada dukungan peraturan perundang-undangan yang mengatur perbankan syariah sehingga dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan perbankan syariah itu. Dalam hal ini Sudin Haron berpendapat bahwa “Islamic banks have to conform to two types of law, Syariah law and positive law.” yang dimaksud hukum positif adalah yang dibuat oleh otoritas kewenangan atau pemerintah dari suatu negara3.
Variasi jasa-jasa operasional pada bank berdasarkan prinsip syariah dapat merupakan alternatif yang menarik untuk menggembangkan usaha perbankan yang lebih produktif. Mohammad Ariff mengemukakan bahwa perbankan Islam dapat memberikan jasa-jasa lebih daripada yang diberikan oleh bank konvensional. Menurutnya. “It’s clear that Islamic Banking goes beyond the pure financing activities of conventional banks. Islamic Banks engage in equity and trade financing4.
Demikian pula menurut pakar hukum perbankan, Sutan Remy Sjahdeini, yang mengemukakan bahwa suatu bank syariah bukan saja dapat memberikan jasa-jasa suatu bank konvensional, tetapi juga dapat memberikan jasa-jasa yang tidak dapat diberikan oleh suatu bank konvensional karena jasa-jasa tersebut biasanya diberikan oleh suatu lembaga pembiayaan non bank. Bahkan beliau mengemukakan bahwa jasa-jasa perbankan yang berlandaskan konsep transaksi keuangan syariah sangat modern dan sangan maju. Disamping hubungan antara bank sebagai pemberi jasa keuangan dan nasabahnya jug berlandaskan konsep keadilan yang memperhatikan perlindungan yang seimbang terhadap kepentingan kedua belah pihak, baik pihak bank maupun pihak nasabah5. Dalam transaksi bank syariah hubungan antara bank dengan nasabah merupakan hubungan yang bersifat kemitraan.
Dalam syariah Islam pada dasarnya tidak ada larangan bagi muslim untuk bekerja sama dengan golongan non muslim. Hal ini juga ditafsirkan bahwa hubungan bank syariah dengan bank konvensionl dapat melakukan kerjasama dalam bidang usaha apapun sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Hubungan kerjasama antara bank syariah dengan bank konvensional merupakan termasuk kategori hubungan hukum muamalah yang bersifat terbuka dan fleksibel yang dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman.
Prinsip-prinsip perbankan syariah secara universal pada dasarnya dapat diterapkan pada sistem perbankan internasional. Demikian juga halnya dalam perjanjian kerjasama antara bank syariah dan bank konvensional dalam penerbitan L/C. Ketentuan-ketentuan dalam Lex Mercatoria sebagai dasar yang dipakai dalam pengaturan hukum dagang internasional termasuk dalam ketentuan yang dikeluarkan oleh ICC sangat relevan dengan prinsip-prinsip dalam ekonomi Islam. Seperti yang tercantum dalam Lex Mercatoria Principles diantaranya mensyaratkan adanya azas itikad baik dan fairness dalam perdagangan internasional (Chapter I general Provisions), dan azas pacta sunt servanda (chapter IV : Contract No. IV.1.2). Asas-asas tersebut juga tercantum dalam ketentuan KUH Perdata di Indonesia seperti dalam ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata.
Dalam hukum positif Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, Sementara batasan-batasan pembentuk undang-undang tercantum dalam Pasal 1338 Ayat 3, Pasal 1320, Pasal 1321, dan Pasal 1337 KUHPerdata6.
Hukum Perikatan Islam pada dasarnya juga menganut asas kebebasan berkontrak. Suatu perikatan atau perjanjian baru sah dan mengikat kedua belah pihak apabila ada kesepakatan yang terwujud dalam dua pilar ijab (penawaran) dan Kabul (penerimaan). Namun demikian pembatasan asas kebebasan berkontrak dalam KUHPerdata adalah berupa undang-undang buatan manusia, kesusilaan ,dan ketertiban umum. Sementara pembatasan yang ada dalam konsep syariah adalah Firman Allah SWT dalam Al-Qur;’an dan juga pernyataan serta perilaku Nabi yang tertuang dalam Al-Hadist7.
Dalam posisinya yang strategis, sesungguhnya bank syariah yang beroperasi dengan cara bagi hasil dapat dijadikan hubungan kerjasama yang baik antara muslim maupun non muslim. Bentuk kerjasama ekonomi dalam syariat Islam lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). (helzanova)
1 Duncan Smith, “Interaction of Islamic Banks with Conventional Banks”, Europenan Perceptions of Islamic Banking, Institute of Islamic Banking and Insurance, London, 1996, hlm. 95.
2 Wawancara dengan bapak Bambang Himawan, Divisi perbankan syariah – Bank Indonesia, Jakarta, Agustus 2005.
3 Sudin Haron, Islamic Banking – Malaysia, dalam Dhani Gunawan Idat, “ Analisis Yuridis Pembentukan Undang – Undang Perbankan Syariah “, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 3, Nomor 1, April 2005, Jakarta, hlm.3.
4 Mohammad Ariff, dalam Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Indonesia, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hlm. 3.
5 Sutan Remy Sjahdeini, Ibid, hlm. 2.
6 Gemala Dewi, Op.Cit, hlm. 188.
7 Ibid.