Rabu, 03 Februari 2010

Tanggapan Uji Materiil UU SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional)

Tanggapan atas permohonan uji materiil Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b, Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN) terhadap UUD 1945
(Nomor Perkara : 143/PUU-VII/2009)

Helza Nova Lita, M.H.

Pemohon mengajukan uji materiil terhadap Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b, Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008, karena sangat merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon selaku perorangan sebagai warga Negara Indonesia sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 khususnya Pasal 28H ayat (2) Yang berbunyi : “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”

Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) :

(1) Barang milik Negara dapat digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN, yang untuk selanjutnya barang milik Negara dimaksud sebagai asset SBSN.
(2) Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa;
a. tanah dan/atau bangunan;dan
b. selain tanah dan/atau bangunan.

Pasal 11 ayat (1) :

Penggunaan barang milik negara sebagai aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dilakukan Menteri dengan cara menjual atau menyewakan hak manfaat atas barang milik Negara atau cara lain yang sesuai dengan akad yang digunakan dalam rangka penerbitan SBSN.

Menurut pemohon dengan digunakannya Barang milik Negara sebagai dasar penerbitan SBSN berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan, dengan cara menjual atau menyewakan hak manfaat atas barang milik Negara atau cara lain yang sesuai dengan akad yang digunakan dalam rangka penerbitan SBSN, maka hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon selaku perorangan sebagai warga negara Indonesia terhadap tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan tersebut sudah hilang, untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, sehingga dengan demikian menurut Pemohon muatan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b; Pasal 11 ayat (1) UU SBSN telah bertentangan dengan Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945.

Salah satu dasar pertimbangan keluarnya UU SBSN dalam rangka pengelolaan keuangan negara untuk meningkatkan daya dukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam menggerakkan perekonomian nasional secara berkesinambungan, diperlukan pengembangan berbagai instrumen keuangan yang mampu memobilisasi dana publik secara luas dengan memperhatikan nilai-nilai ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat; bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besar belum dimanfaatkan secara optimal.

Instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan instrumen keuangan konvensional, sehingga perlu pengelolaan dan pengaturan secara khusus, baik yang menyangkut instrumen maupun perangkat hukum yang diperlukan.

Didalam penjelasan Umum UU SBSN bahwa Karakteristik lain dari penerbitan instrumen keuangan syariah yaitu memerlukan adanya transaksi pendukung (underlying transaction), yang tata cara dan mekanismenya bersifat khusus dan berbeda dengan transaksi keuangan pada umumnya .

Metode atau struktur pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pada dasarnya mengikuti Akad yang digunakan dalam melakukan transaksi. Beberapa jenis Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan surat berharga syariah, antara lain, meliputi Ijarah, Mudarabah, Musyarakah, Istishna', dan Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, serta kombinasi dari dua atau lebih dari Akad tersebut.

SBSN ini merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah maupun valuta asing berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, baik dilaksanakan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, serta wajib dibayar atau dijamin pembayaran Imbalan dan Nilai Nominalnya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan perjanjian yang mengatur penerbitan SBSN tersebut.

Perlu diketahui bahwa keterangan pemohon yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya UU SBSN ini khususnya Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b, serta Pasal 11 ayat (1), juga menurut pemohon bertentangan dengan ketentuan UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, tidaklah demikian jika pemohon membaca keseluruhan UU SBSN dan memahami konsep surat berharga syariah Nasional secara utuh.

Dalam penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU SBSN dinyatakan bahwa Pemindahtanganan Barang Milik Negara bersifat khusus dan berbeda dengan pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sifat pemindahtanganan dimaksud, antara lain: (i) penjualan dan/atau penyewaan dilakukan hanya atas Hak Manfaat Barang Milik Negara; (ii) tidak terjadi pemindahan hak kepemilikan (legal title) Barang Milik Negara; dan (iii) tidak dilakukan pengalihan fisik Barang Milik Negara sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas Pemerintahan. Penjualan dan penyewaan Hak Manfaat Barang Milik Negara dilakukan dalam struktur SBSN Ijarah. Cara lain yang sesuai dengan Akad yang digunakan dalam rangka penerbitan SBSN antara lain, penggunaan Barang Milik Negara sebagai bagian penyertaan dalam rangka kerja sama usaha dalam struktur SBSN Musyarakah (partnership).

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 11 ayat (3) UU SBSN juga disebutkan Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Aset SBSN tidak mengurangi kewenangan instansi pengguna Barang Milik Negara untuk tetap menggunakan Barang Milik Negara dimaksud sesuai dengan penggunaan awalnya, sehingga tanggung jawab untuk pengelolaan Barang Milik Negara ini tetap melekat pada instansi pengguna Barang Milik Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberitahuan tersebut bukan merupakan permintaan persetujuan atau pertimbangan.

Pemanfaatan aset negara atau aset SBSN sebagai underlying assets dalam transaksi Sukuk Negara, hanya hak manfaat atas aset SBSN yang dijual atau disewakan kepada special purpose vehicle (SPV) yang dibentuk pemerintah berdasarkan UU SBSN. Dengan demikian tidak ada pengalihan fisik BMN, sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas kepemerintahan. Disamping itu, juga tidak ada pemindahan hak kepemilikan (legal title) Barang Milik Negara dan tidak ada pengalihan fisik BMN sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas kepemerintahan, dan aset SBSN bukan sebagai jaminan (collateral). Saat jatuh tempo sukuk negara atau terjadi default, BMN dimaksud tetap dikuasai Pemerintah berdasarkan purchase & sale undertaking agreement. Penggunaan Barang Milik Negara sebagai underlying aset penerbitan sukuk negara juga dengan persetujuan DPR, termasuk jumlah SBSN/sukuk negara yang diterbitkan .

Berdasarkan penjelasan diatas, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b, serta Pasal 11 UU SBSN. Demikian pula ketentuan pasal-pasal tersebut tidak ada bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sebagaimana yang didalilkan pemohon. Sehingga dengan demikian bahwa tidak ada hak konstitusional dari pemohon yang dirugikan dengan berlakunya pasal-pasal tersebut dihubungkan dengan UUD 1945.