Kamis, 08 Mei 2008

Pendidikan adalah Hak Warga Negara

Pendidikan sebagai HAM Warga Negara dan Penegakannya dalam Realita

Helza Nova Lita
helzanova@yahoo.com


A. Pendahuluan

Kemajuan suatu bangsa hanya akan terwujud dengan baik jika dilandaskan kepada kecerdasan. Kecerdasan dalam mengelola intelektual, emosional, dan spiritual akan menciptakan manusia yang memiliki mental jasmaniah dan rohaniah yang berimbang yang sangat dibutuhkan untuk mengemban misi mereka baik sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial (monodualisme).
Namun apa jadinya bila suatu bangsa mengabaikan makna pendidikan. Pembodohan akan menjadi merajalela, penguasa bebas menarik hidung mereka karena ketidaktahuannya, dan akhirnya kemiskinan tak dapat terelakan. Kedua hal tersebutlah sangat ditakuti oleh Rasulullah Muhammad SAW, karena hal tersebut sangat rentan membawa manusia kedalam kekafiran.


B. Pembahasan
Indonesia sebagai Negara hukum sebagaimana tertuang dalam salah satu tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara yang menyatakan :

“ Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat) bukan negara berdasarkan kekuasaan belakan (Maachstaat)”

menunjukan bahwa Bangsa Indonesia menjunjung tinggi penengakan hukum. Hukum sebagai panglima dalam mengatur segala kebijakan Negara. Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tersebut tanpa kecualinya, demikian amanat Pasal 27 UUD 1945.

Namun tidak bisa kita menafikan bahwa dalam penegakan hukum di Indonesia begitu masih banyak ketimpangan yang terjadi. Tidak sedikit aturan-aturan yang ada hanya seperti rangkaian kata-kata yang indah tanpa ada tindakan nyata. Merupakan pertanyaan dan pekerjaan yang besar bagi kita semua untuk menjawab tantangan mengapa kita lebih mampu membuat aturan daripada menegakkan aturan itu sendiri.

Singapura sebagai salah satu Negara maju dikawasan Asia Tenggara turut memuji atas konsep Dasar Negara Pancasila di Indonesia. Kalau kita lihat dari bunyi Sila pertama yang menempatkan Tuhan sebagai inti dari sila-sila yang lain atau kaitannya dengan Hablumminallah dan Sila kedua yang menempatkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab atau dalam arti kata Hablumminannass. Suatu konsep yang sangat ideal yang selaras dengan konsep Islam yang harus senantiasa menjaga hubungan vertikal dengan Allah SWT dan hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Bukan ingin pesimis dengan kondisi di Indonesia sekarang ini. Memang masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bersama untuk membenahi kembali kondisi Negara kita sekarang. Memang hal ini merupakan pekerjaan yang tidak hanya mungkin ditanggung oleh pemerintah semata,namun juga komponen-komponen dalam masyarakat itu sendiri. Adanya sinergi kebersamaan bekerjasama untuk bahu membahu keluar dari keterpurukan bangsa adalah hal mutlak yang harus kita pikul bersama, tanpa harus saling menghujat dan mencerca. Saya sangat sependapat dengan konsep Al-Ghazali mengenai Negara, bahwa Negara adalah puncak kerjasama.Tanpa kerjasama yang baik sulit bagi kita semua untuk keluar dari krisis dan keterpurukan bangsa ini. Kerjasama yang harmonis baik dari para lembaga-lembaga tinggi Negara, komponen-komponen dalam masyarakat, serta para individu-individu dalam masyarakat itu sendiri.

Melihat permasalahan di Indonesia yang begitu komplek, memang tidak mungkin kita dapat merubahnya dalam waktu sekejap atau seperti membalikan telapak tangan. Namun tentunya yang paling utama yang perlu mendapat pembinaan prioritas adalah Sumber Daya Manusianya itu sendiri. Tanpa SDM yang baik, apapun bentuk kerjasama, peraturan, dan lain sebagainya akan menjadi tidak efektif dan efisien. Sebaik apapun aturan hukum yang ada, hanya akan menjadi rangkaian kata-kata mati jika manusia itu sendiri sudah lupa diri. Seperti suatu ungkapan “membangun jembatan itu penting, namun membangun mental para manusia yang membuat jembatan tersebut jauh lebih penting “! Karna kalau prioritas kita hanya membangun fisik dari jembatan itu tanpa dibekali mental dan moral yang baik dari manusia yang membangunnya, boleh jadi dana yang disalurkan pada pembangunan jembatan tersebut akan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau golongannya sendiri.

Pembentukan SDM yang berkualitas baik dari segi jasmaniah maupun rohanian, tidak dapat dapat dipungkiri tanpa adanya peningkatan dalam bidang pendidikan. Namun sangat disayangkan, ternyata dalam praktek selama ini Kita tidak menempatkan pendidikan sebagai prioritas. Anggaran pendidikan yang minim, kurangnya tenaga-tenaga pendidik yang professional, sampai mahalnya biaya pendidikan menjadikan banyak warga Negara Indonesia tidak dapat mengenyam pendidikan. Lebih-lebih dengan adanya privatisasi pendidikan yang menjadikan pendidikan sebagai ajang bisnis semakin mempersempit kesempatan pendidikan bagi kalangan bawah dan menengah. Hal ini sangat bertentangan dengan bunyi Pasal 31 Amandemen UUD 1945 yang menyatakan :

“(1) Setiap warganegara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah
wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-
undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Dari bunyi pasal diatas, kita telah memiliki payung hukum yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan, yang kemudian di implementasikan lebih lanjut dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun sekali lagi kita masih dalam takaran konsep yang ideal yang tidak sedikit dalam kenyataannya tidak sejalan. Atau dengan kata lain Das Sein dan Das Sollen nya sangat pincang.

Memang pendidikan bukan hanya otoritas tanggungjawab Negara semata, namun juga komponen-komponen yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Namun Negara sebagai ujung tombak yang memiliki kekuasaan tentunya sangat diharapkan untuk mengimplementasikan peraturan tersebut.

Negara juga berkewajiban untuk mensejahterahkan warganegaranya (welfare state). Karna pengabaian pendidikan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia untuk memperoleh pendidikan dan penggembangan diri. Hal ini terakomodir dalam salah satu Bab XA mengenai Hak Asasi Manusia Pasal 28C Amandemen UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut :

“(1) Setiap orang berhak menggembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak memajukan dirinya dan memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.

Jelas dalam pasal tersebut, pendidikan adalah setiap orang yang berarti tidak dapat diabaikan begitu saja. Karna pelanggaran hak orang lain merupakan wujud pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi.

Namun demikian, sebagaimana yang sebelumnya telah saya uraikan, bahwa tanggungjawab pendidikan tidak hanya ada pada negara semata, namun juga segenap komponen yang ada dalam masyarakat itu sendiri.

Berbicara mengenai pendidikan tidak hanya kita lihat dari ruang lingkup yang sempit saja seperti pendidikan pada jalur-jalur formal yang berjenjang sejak Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi, ataupun melalui jalur-jalur pendidikan informal melalui kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan, Namun juga pendidikan melalui jalur-jalur lainnya, terutama media massa baik tertulis maupun elektronik.

Media televisi sekarang ini sangat memegang peranan penting dalam transfer informasi karna penyebarannya yang luas dan mudah diakses masyarakat. Untuk itu perlu ada kerjasama yang baik antara pemerintah untuk memantau tayangan televisi agar tidak menampilkan tayangan yang tidak mendidik masyarkat. Namun tentunya disini sangat dibutuhkan adanya “Good Will” niat yang tulus untuk benar-benar memberikan yang terbaik bagi masyarakat, bukan menjadikan televisi sebagai ajang propaganda kepentingan penguasa, atau sebaliknya bukan untuk mengekang kreatifitas insan pertelevisian itu sendiri. Sangat disayangkan jika muatan materi acara televise tidak terkontrol dan bebas menayangkan program-program yang hanya menampilkan budaya-budaya hedonisme, kekerasan, serta berbagai fenomena budaya yang merusak kepribadian bangsa. Program-program tersebut dapat meracuni pemikiran masyarakat, terutama para generasi muda yang masih mencari bentuk jati dirinya. Untuk itu Insan pertelevisian sangat diharapkan dapat ikut berpartisipasi aktif bagi penyebaran informasi yang mengandung unsur pendidikan demi ikut bekerja sama memajukan kecerdasasan bangsa.

Suri tauladan yang baik dari para pemimpin bangsa, tokoh-tokoh masyarakat, serta para pendidik juga sangat berdampak terhadap efektivitas dari tujuan pendidikan itu sendiri, bukan hanya sekedar aturan atau retorika semata. Karna saat ini masyarakat, khususnya para generasi muda sekarang, akan lebih menghormati dan menghargai jika para generasi sebelumnya memberikan contoh dan tauladan yang baik. Seperi ungkapan puisi yang saya tulis berikut ini :

Ajari Kami….

Ajari Kami damai
Bukan Keresahan
Ajari kami kejujuran
Bukan Kepura-puraan
Ajari kami kasih sayang
Bukan Permusuhan
Ajari kami keadilan
Bukan keserakahan
Ajari kami cinta
Bukan kebencian
Ajari kami arti hidup sesungguhnya
Bukan kamuplase


C. Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Untuk menciptakan Indonesia sebagai Negara yang maju, maka pendidikan adalah ujung tombaknya.
2. Pendidikan adalah hak setiap warga Negara
3. Pelanggaran Hak warga Negara atas pendidikan merupakan salah satu bentuk pelanggaran Ham.
4. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Negara dan segenap komponen-komponen yang ada dalam masyarakat, terutama media massa.
5. Pemerintah segera merealisasikan peraturan-peraturan yang telah ada dalam bidang pendidikan, dan segenap komponen masyarakat, LSM, Komnas HAM, senantiasa mengingatkan, mengawasi, dan senantiasa memberikan masukan baik kepada pemerintah maunpun masyarakat itu sendiri mengenai pentingnya pendidikan untuk kehidupan yang lebih baik guna mencapai kemajuan bersama.




¨ Mahasiswa Pascasarjana Unpad dan Dosen FH Unikom, disampaikan sebagai makalah peserta dalam Diskusi Pakar tentang Pemenuhan Hak atas IPTEK, Seni, dan Budaya, Kerjasama KOMNAS HAM dan FH UNISBA, Bandung, 28-29 November 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar