Rabu, 21 Oktober 2009

Tanggapan Permohonan Pengujian Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhad

Helza Nova Lita

Pemohon mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK), karena ketentuan tersebut secara khusus menurut Pemohon telah merugikan hak konstusionalnya yang sebagai perorangan warga negara yang merupakan hak asasi sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2).

Pasal 15 ayat (3) :

”Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara”

Menurut Pemohon dengan adanya kalimat terakhir dan dari rumusan Pasal 15 ayat (3) UUK diatas, dapat dipastikan para pemohon tidak mungkin dapat menangani perkara kepailitan lagi, walaupun Pemohon sudah membuat surat pernyataan tentang Penanganan Kasus Kepailitan, semata-mata karena para pemohon sudah menanggani perkara kepailitan lebih dari 3 (tiga). Selanjutnya menurut Pemohon bahwa ketentuan tersebut telah membatasi hak konstitusional para pemohon untuk memperoleh hak atas kesamaan kedudukan di depan hukum, dalam hal ini hak konstitusional para pemohon untuk menjadi kurator; dalam waktu bersamaan, ketentuan tersebut juga telah melanggar hak konstitusional para pemohon yang dijamin oleh UUD 1945, yakni hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; karena itu sesuai ketentuan UUD 1945 para pemohon harus diberikan hak konstitusional untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang diskriminatif yang ditimbulkan oleh kalimat terakhir dari Pasal 15 ayat (3) UUK.

Ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUK bahwa Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara. Yang dimaksud dengan Independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dalam penjelasan Pasal 15 Ayat(3) UUK disebutkan adalah bahwa kelangsungan keberadaan Kurator tidak tergantung pada Debitor atau Kreditor, dan Kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis Debitor atau Kreditor.

Dalam ketentuan Penjelasan UUK menyebutkan beberapa asas yang dijadikan dasar dalam Bertitik Undang-Undang baru tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang merupakan produk hukum nasional, yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat. Asas-asas tersebut antara lain adalah Asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha,asas keadilan, dan asas integrasi.

Berkaitan dengan ketentuan Dalam Pasal 15 ayat (3) UUK mengandung makna adanya penerapan asas Keseimbangan, yaitu sebagaimana dalam penjelasan UUK dinyatakan bahwa asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik. Disamping itu juga untuk menjamin dilaksanakannkan asas keadilan, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Disamping bahwa asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak mempedulikan Kreditor lainnya.
Dalam Penjelasan UUK disebutkan bahwa Kurator seringkali dihubungkan dengan Kepailitan. Pasal 1 angka 1 UUK mendefinisikan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan yang dimaksud dengan Kurator menurut Pasal 1 angka 5 UUK tentang Kepailitan adalah Balai Harta Peninggalan atau perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Sejak putusan pernyataan pailit dinyatakan Pengadilan Niaga maka debitur (debitur pailit) secara hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus seluruh hartanya (harta pailit) yang mencakup semua harta debitur yang ada saat itu dan yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, kecuali harta yang bukan bagian dari harta debitur namun berada dalam penguasaannya. Debitur tidak dapat lagi menjual, menghibahkan, menggadaikan atau mengagunkan hartanya. Kewenangan mengurus dan membereskan harta pailit karena hukum menjadi kewenangan Kurator. Sehingga tugas dari Kurator adalah untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
.Pembatasan yang diberikan terhadap Pasal 15 ayat (3) UUK tidak bertujuan untuk membatasi dan mengurangi hak dari kurator sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945. Hal ini berkaitan agar Kurator dapat lebih profesional, dan lebih berhati-hati serta fokus dalam melakukan tugasnya. Hal ini juga berkenaan dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kurator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit merupakan tugas berat bagi kurator, sehingga harus didukung oleh kemampuan individual dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kurator harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, bersifat netral dan dapat dipercaya oleh semua pihak yang berkepentingan. Hal ini juga berkaitan dengan tanggung jawab yang juga dibebankan kepada Kurator sebagaimana yang diatur dalam Pasal 72 UUK yang menyebutkan ”Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit”.

Bentuk tanggungjawab Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit antara lain dilakukan melalui penyampaian laporan-laporan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 74 UUK, dimana dalam Pasal tersebut mengharuskan Kurator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan. Laporan tersebut bersifat terbuka untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma.
Peranan Kurator sebagaimana yang diatur dalam UUK oleh kalangan dunia usaha diharapkan bisa menjadi bagian pedoman untuk menyelesaikan permasalahan utang piutang secara efektif. Diharapkan pula bahwa kurator dapat bersifat lebih teliti dan hati-hati untuk menghindari kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi misalnya adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya atau juga kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor yang berusaha melarikan harta kekayaan diri sendiri atau menguntungkan salah satu kreditor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar