Selasa, 13 Mei 2008

PASAR MODAL SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN BUMN DALAM RANGKA MENSUKSESKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PASAR MODAL SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN BUMN DALAM RANGKA MENSUKSESKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Oleh : Helza Nova Lita

A. Pendahuluan
Azas pemerataan merupakan salah satu landasan yang digunakan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Dengan azas pemerataan ini diharapkan seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan manfaat dari pembangunan tanpa terkecuali. Demikian juga dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945.
Dalam konteks pasar modal, semangat pelaksanaan azas pemerataan diarahkan kepada keikutsertaan masyarakat umum untuk berperan serta aktif dalam kegiatan pasar modal, diantaranya dengan turut memiliki saham-saham perusahaan yang listing di pasar modal. Keikutsertaan masyarakat dalam memantau perkembangan nilai harga saham perusahaan di pasar moda akan turut memberikan andil bagi perusahaan untuk beekerja dengan kinerja yang lebih baik.
Dalam Penjelasan UUPM disebutkan bahwa sesuai dengan tujuan dari pasar modal Indonesia, yakni untuk menunjang pelaksanaan Pembangunan Nasional guna meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat, maka industri ini harus mampu memainkan 2 (dua) peran strategisnya sekaligus, yakni sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi dunia usaha – termasuk usaha menengah dan kecil untuk pengembangan usahanya – dan sebagai wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah di dalamnya15.
Dalam pelaksanaan misi dan visi pasar modal Indonesia, menyitir pendapat Dirjen Industri dan Dagang Kecil Menengah (IDKM) Marwoto bahwa Keberpihakan lembaga dan profesi penunjang yang terkait dengan pasar modal, misalnya bursa efek dan perusahaan penjamin emisi, terhadap usaha kecil menengah dan koperasi dinilai belum optimal.Dia mengemukakan selama ini pasar modal sebagai sumber permodalan hanya dimanfaatkan pelaku bisnis skala besar. Di kalangan pengusaha kecil dan menengah belum populer. Hal ini disebabkan informasi, pemahaman, dan pengetahuan usaha kecil dan menengah tentang pasar modal sebagai alternatif pembiayaan masih kurang16.
Namun dalam perkembangannya, kini Bursa sudah mulai memberikan ruang memberikan ruang berusaha pada kelompok usaha kecil menengah dan koperasi. Hal ini antara lain disebabkan melihat potensi kelompok pengusaha itu yang terbukti bisa selamat dari badai krisis ekonomi, akhirnya Bursa Efek Jakarta mengakomodasi kepentingan kelompok usaha itu di bursa efek.Usaha kecil menengah diberi kesempatan memanfaatkan pasar modal bagi pengembangan modal melalui papan pengembangan. Dengan syarat, pencatatan saham lebih ringan.Antara lain perusahaan telah berdiri sebagai PT minimal setahun, beroperasi minimal enam bulan, aset minimal Rp 10 miliar, dan boleh dalam kondisi merugi usaha sepanjang menunjukkan tren membaik16

B. Pembahasan
1. Status BUMN yang melakukan privatisasi melalui pasar modal
Program restrukturisasi dan privatisasi yang tertuang dalam UU BUMN merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan peranan BUMN dalam mensukseskan pembangunan nasional serta mengatasi permasalahan kerugian dalam tubuh BUMN. Restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
Privatisasi harus dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan yang matang, tidak hanya dari sudut ekonomi, namun juga dari sudut hukum, sosial politik, budaya, pertahanan dan keamanan negara. Tidak semua BUMN dapat harus diprivatisasi. Dalam Pasal 77 UU BUMN telah diatur mengenai ketentuan persero yang tidak bisa diprivatisasi, yakni :
1. Persero yang bidang usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola Kepemilikan saham-saham BUMN;
2. Persero yang bergerak disektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara;
3. Persero yang bergerak di skctor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
4. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Kepemilikan saham BUMN oleh pihak swasta baik nasional maupun asing dalam program privatisasi seharusnya tidak melebihi saham kepemilikan Negara RI sebesar paling sedikit 51% dari keseluruhan modal perusahaan yang terbagi dalam saham. Karena kepemilikan saham tersebut sangat memiliki peranan penting bagi Negara RI dalam mengatur kebijakan BUMN. Keikutsertaan pihak swasta nasional maupun asing diharapkan dapat memacu kinerja BUMN yang selama ini diketahui banyak mengalami kerugian.
BUMN yang melakukan privatisasi di pasar modal sesuai dengan UUPT menjadi perusahaan terbuka. Dengan status sebagai perusahaan terbuka BUMN tersebut berdasarkan UUPT harus memenuhi persyaratan dan kewajiban perseroan sebagai berikut:
1. Memiliki modal dan jumlah pemegang saham sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal ( Pasal 1 Angka 6)
2. Penambahan pada akhir kata nama perseroan dengan singkatan “Tbk” (Pasal 13 Ayat (3) ).
3. Perubahan anggaran dasar yang disebabkan karena perubahan status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka harus mendapat persetujuan menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan serta diumumkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini ( Pasal 15 Ayat (1) dan Ayat (2) ).
4. Setiap pengeluaran saham harus disetor penuh dengan tunai ( Pasal 27 Ayat (4)
5. Kewajiban menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa ( Pasal 95 Ayat (1) bagian a).
6. Kewajiban untuk melakukan panggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS diadakan melalui 2 (dua) surat kabar harian ( Pasal 69 Ayat (1) dan Ayat (3) ).
7. Kewajiban menyampaikan pengumuman mengenai akan diadakannya panggilan RUPS paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum panggilan RUPS melalui 2 (dua) surat kabar harian ( Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) ).
8. Perseroan terbuka wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi ( Pasal 79 Ayat (2) ).
BUMN yang sudah go public, sesuai dengan Pasal 127 UUPT berlaku
ketentuan Pasar Modal. Dalam pasal tersebut dijelaskan :
“Bagi setiap perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar
modal berlaku undang-undang ini, sepanjang tidak diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”.
Dalam UUPM mensyaratkan bahwa setiap perusahaan yang go public harus memberikan laporan-laporan secara terbuka kepada masyarakat tentang kondisi perusahaan yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan yang bersangkutan. Kewajiban pelaporan-pelaporan tersebut harus dilaksanakan tidak hanya pada awal pendaftaran sebagai perusahaan public di Bapepam dan Bursa Efek tetapi juga setelah pernyataan sebagai perusahaan public dinyatakan efektif.


2. Peranan BUMN dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional
BUMN dalam sistem perekonomian nasional, ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Disamping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu mengembangkan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi.
Pajak merupakan salah satu sumber dana dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Berkaitan dengan pemasukan pajak dari BUMN, pemerintah mentargetkan dapat menerima pajak sekitar 20 persen dari BUMN pada 2004. Total target penerimaan pajak tahun 2004 sebesar Rp 219,4 triliun. Diharapkan sebesar 20 persen diantaranya atau Rp 38 - 40 triliun disumbang oleh BUMN. Sampai diakhir tahun 2003, direktorat pajak telah menerima Rp 196,8 triliun (94,5 persen). Jumlah itu diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh) non migas (Rp 94,6 triliun), PPh migas (Rp 16,9 triliun), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Rp 73,1), Pajak Bumi dan Bangunan (Rp 10,9), dan sumber pajak lainnya17.
Kontribusi BUMN dalam pendanaan pembangunan melalui pajak dilihat dari data yang ada, kenyataan bahwa dari 168 BUMN dengan total asset kurang lebih Rp. 850 triliun, beberapa tahun yang lalu bukannya memberi sumbangan kepada APBN, tetapi malah menjadi beban APBN, karena total rugi laba negative sebesar Rp. 27 triliun. Selain itu, beban negara juga ditambah dengan BUMN yang tidak bisa membayar hutangnya dan yang berada dibawah pengawasan BPPN. Kenyataan bahwa bank-bank BUMN yang menerima bantuan dana rekap sebesar Rp. 287,4 triliun dengan total asset Rp. 458,330 triliun hanya bisa membayar pajak sebesar Rp. 2,55 triliun, sedang bank-bank asing dengan total asset Rp.64,96 triliun, bisa membayar pajak sebesar Rp.528 miliar. Dengan demikian presentase pajak pada bank BUMN adalah 0,550% sedang pada bank asing 0,18%. Demikian pula perkembangan antara PT. Perkebunan Nussantara 2 yang 100% BUMN dengan areal 77.895 Ha, hanya membayar PPH sebesar 78 miliar dan dividen 3,0 , sedang PT. Socfindo yang 10% BUMN dengan 90% swasta dengan areal 29.436 Ha, mampu membayar PPH sebesar Rp. 130 Miliar daan dividen 112,018.
Data pertumbuhan BUMN dalam pendapatan usaha tahun 1998 – 2001 mencantumkan bahwa hanya 42 BUMN yang mempunyai kontribusi sebesar 90% terhadap total laba BUMN. Dalam 42 BUMN ini hanya ada 13 BUMN yang bisa masuk dalam Hight Suistainable Growth (HSG) yang tumbuh rata-rata 7% hingga 18%. Dari 168 BUMN, hanya 108 yang dapat meraih laba, sedang sisanya sebanyak 60 BUMN selalu merugi. Sehingga dengan demikian perlu upaya pemerintah untuk memberdayakan BUMN ini dengan cara restrukturisasi usaha dan privatisasi19.
Guna mewujudkan target penerimaan pajak BUMN untuk pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan Negara, perlu dilakukan dengan melihat kondisi tingkat kesehatan dan kinerja BUMN. Pencapaian target tersebut harus pula diimbangi dengan budaya perusahaan yang melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance atau tata laksana usaha yang baik. Perusahaan yang menerapkan prinsip ini, pada umumnya memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang mengabaikan prinsip-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip ini sangat berkaitan dengan moralitas dan tanggung jawab yang tinggi dari pelaksana usaha itu sendiri.



C. PENUTUP
1. Keberadaan pasar modal sangat diharapkan dapat membantu dalam mensukseskan pembangunan nasional yang berorentasi kepada kesejahteraan rakyat. Perusahaan dapat memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif dalam pembiayaan perusahaan. Disamping itu juga masyarakat umum juga diberi kesempatan untuk menginvestasikan dananya melalui pasar modal. Namun demikian diakui bahwa keberpihakan pasar modal terhadap usaha kecil, menengah, dan koperasi belum begitu optimal. Pasar modal masih berorientasi pada usaha skala besar. Dengan demikian hal ini perlu di perbaiki lebih lanjut, agar usaha kecil, menengah dan koperas dapat diberdayakan lebih optimal.
2. Perseroan yang melakukan privatisasi melalui pasar modal menyebabkan perseroan menjadi perseroan terbuka. Akibat hukum perubahan perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka antara lain meliputi adanya : Kewajiban menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa,kewajiban untuk melakukan panggilan Rapat Umum Pemegang Saham paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS diadakan melalui 2 (dua) surat kabar harian, penyerahan setiap laporan perseroan yang akan menngakibatkan turun naiknya harga saham sebagaimana yang diatur dalam UUPM.
3. Peranan BUMN sebagai aparatur perekonomian negara dan salah satu unsur
dalam kehidupan ekonomi nasional disamping swasta dan koperasi diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam mensukseskan pembangunan naasional. Namun demikian, dari beberapa hasil data yang ada, cenderung menunjukan adanya ketertinggalan BUMN jika dibandingkan dengan sector swasta. Hal ini antara lain dapat dilihat dari hasil penerimaan pajak dari sektor BUMN tidak sebesar yang diberikan oleh pihak swasta. Bahkan tidak sedikit pemerintah terus memberikan suntikan dana, namun tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil pengelolaan BUMN tersebut. Tentu hal ini perlu dibenahi sehingga BUMN dapat memberikan keuntungan dan kontribusi yang besar dalam mensukseskan pembangunan nasional, sehingga ketergantungan dana pembangunan terhadap pihak asing dapat diminimalisasi.












15 Herwidayatmo, “Alternatif Pendanaan bagi UKM”,seminar dalam rangka peraayaan HUT IWAPI ke-27 Jakarta 20 Maret 2002, http://www.bapepam.go.id/publikasi/pidato/UKM.htm,retriieved 07 Desember 2004
16 Pasar Modal belum optimal, majalah online suara merdeka 13 November 2001, http://suaramerdeka.com/harian/0111/13/eko2.htm, retrieved 07 Desember 2004
16 Ibid
17 Ekonomi Bisnis, Pemerintah Targetkan 20 Persen Penerimaan Pajak Dari BUMN Pada 2004, Tempo Interaktif, Jakarta, 29 Desember 2003.

18 Max Moein, Menyoroti Kebijakan Pemerintah daalam Pengelolaan, Pembinaan dan Pengawasan BUMN, Makalah seminar BUMN, Kementrian BUMN bekerjasama dengan PT. Swat Indonesia, Jakarta, 18 s..d. 19 September 2003.
19 ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar